Senin, 29 Oktober 2007

Pertemuan ini dikelola oleh konsorsium fisikawan teori Indonesia yang ... fisika terkenal di Stanford, AS: SLAC, Stanford Linear Accelerator Center.

Setelah Biologi Molekuler, Mengapa Bukan Fisika Teori ?
Salomo Simanungkalit (Kompas)

SENIN, 2 Mei lalu, lebih dari 100 dosen, peneliti, dan mahasiswa yang menggumuli fisika teori dan kosmologi dari seluruh Indonesia mengikuti Lokakarya Fisika Teori 2005 di Kampus ITB. Topik-topik yang disajikan dalam lokakarya itu tergolong berada di garda terdepan fisika dan astronomi masa kini. Timbul pemikiran, setelah pemerintah memberi perhatian pada biologi molekuler dalam zaman Habibie sebagai Menristek, katakanlah dengan mendirikan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman di Jakarta, mengapa pemerintah SBY tidak mencoba mendukung bidang ini sebagai unggulan iptek Indonesia saat ini?

DANA yang diperlukan tidak tergolong banyak. Untuk fisika teori dan kosmologi fundamental, misalnya, "modal" selanjutnya yang diperlukan adalah langganan jurnal, buku-buku terbaru, fasilitas internet, dan-tentu ini sangat perlu-gaji yang memadai. Sumber daya manusianya Indonesia sudah punya, menyebar di beberapa lembaga pendidikan dan penelitian. Untuk fisika teori fenomenologis, selain yang disebut tadi adalah dukungan pemerintah kepada para peneliti untuk bisa menumpang eksperimen di laboratorium-laboratorium negara maju. Bidang ini asalkan didukung secara finansial yang ordenya tergolong amat kecil dibandingkan dengan apa pun (apalagi korupsi para petinggi negara) sangat membuka peluang ilmuwan Indonesia mendapat Nobel dalam fisika. Paling tidak, memberi sumbangan berarti melalui jurnal-jurnal internasional terkemuka.

Dari lokakarya ini terlihat, ternyata cukup banyak manusia Indonesia (113 orang dari berbagai angkatan) yang mau bekerja di "tempat yang sepi", menggeledah rahasia Alam dengan mengoptimalkan nalarnya menggunakan rute-rute yang telah dirintis pendahulu mereka di berbagai belahan dunia. Ketekunan mereka di sektor ini membuka peluang juga merintis rute-rute baru dalam "proyek" penggeledahan rahasia Semesta ini.

Negara-negara yang sekarang didefinisikan sebagai negara maju-seperti Amerika Serikat, negara-negara Eropa Barat, Kanada, dan Jepang- boleh dibilang bisa mencapai tingkat tersebut setelah mereka membangun fisika teori lebih dulu. Bahkan, negara yang belum sampai pada tahap maju, seperti Rusia atau Uni Soviet dulu, memberi perhatian yang luar biasa dalam bidang ini sampai ada di antara fisikawannya yang mendapat Nobel. Israel sebagai negara kecil jangan ditanya berapa fisikawan teori mereka yang menyebar di seluruh dunia. Raksasa China dan India dalam konteks jumlah penduduk, demikian pula Pakistan yang kurang lebih searas dengan Indonesia dalam perekonomian, lebih awal memberi perhatian dalam bidang ini.

Binatang apakah fisika teori itu? Untuk menjawab pertanyaan ini, dua nama tokoh dari golongan ilmuwan yang sudah kadung digolongkan sebagai selebritis mungkin akan membantu. Kedua ilmuwan selebritis itu adalah Albert Einstein dan Stephen Hawking. Tak ada yang tak mengenal kedua nama ini. Mereka sama-sama besar karena pemikiran dan pekerjaan mereka yang luar biasa dalam bidang yang sekarang disebut sebagai fisika teori dan kosmologi. Einstein, misalnya, melahirkan banyak gagasan, tapi mungkin yang paling banyak peranannya membuat dunia yang kita tinggali ini bisa berkomunikasi dengan internet melalui komputer adalah efek fotolistrik yang mendasari pendirian mekanika kuantum.

Lapangan kerja bagi fisikawan teori maupun kosmologiwan adalah seluruh Alam Semesta, dari jagat amat renik sampai jagat amat raksasa. Nama lain untuk kedua kosmos ini adalah mikrokosmos dan makrokosmos atau fisika partikel elementer dan kosmologi. Jalur mereka untuk menggeledah rahasia mikrokosmos dan makrokosmos secara kasar dapat dibagi dua: fisika teori fundamental dan fisika teori fenomenologis. Keduanya sama-sama bermodalkan instrumen analitis yang disebut matematika. Tidak sembarang matematika, tapi matematika murni. Tidak jarang seorang fisikawan teori fundamental malah ikut mengembangkan matematika murni.

Kalangan fisikawan teori fundamental lebih mengikuti jalur Maxwell dalam riset-riset mereka. Ada keyakinan kuat pada komunitas ini bahwa bila gagasan mereka membongkar rahasia Alam dapat dipertanggungjawabkan secara matematika, ada peluang besar bahwa kelak eksperimen akan membuktikannya. Kalangan fisikawan teori fenomenologi berpikir bukti eksperimental adalah hakim terakhir untuk suatu gagasan. Kedua kalangan sama- sama punya kebanggaan pada "hakimnya" masing-masing. Tak jarang mereka saling mencemooh, tapi tetap dalam batas- batas perkawanan. Pokoknya, belum tercatat mereka saling tonjok seperti yang terjadi di rapat paripurna DPR atau parlemen Taiwan, misalnya.

Di luar fisika teori, banyak sekali cabang fisika. Fisika zat padat, fisika material, fisika bumi, fisika komputasi, fisika biologi, fisika kedokteran, sampai fisika keuangan, dan lain-lain. Sejak jurusan fisika di tingkat perguruan tinggi dimulai di Indonesia pada pertengahan tahun 1940-an, baru mulai awal tahun 1960-an ada orang Indonesia yang menggumuli fisika teori sampai di tingkat doktor. Nama-nama seperti Achmad Baiquni, kini almarhum, dan Mohammad Barmawi adalah angkatan pertama. Keduanya doktor lulusan Amerika Serikat. Setelah itu muncul nama Pantur Silaban dan Tjia May On yang mengajar di ITB, Darmadi di UI, dan H Muslim di Universitas Gadjah Mada.

Di angkatan selanjutnya ada Armahedi Mahzar, Hans Jacobus Wospakrik, kini almarhum, dan Erwin Sucipto yang dalam lima tahun belakangan mengajar di beberapa universitas di Amerika Serikat. Angkatan berikutnya LT Handoko (LIPI), Terry Mart (UI), Freddy P Zen, Triyanta, Alexander Iskandar, Bobby E Gunara, dan Jusak Kosasih di ITB, Husin Alatas di IPB, dan Agus Purwanto di ITS. Selain mereka, masih puluhan mahasiswa dari tingkat S3 sampai S1 yang memilih bidang ini menyebar di belasan perguruan tinggi di Indonesia.

Sampai angkatan Hans Wospakrik, fisikawan teori Indonesia lebih banyak bekerja sendiri. Ini dapat dipahami sebab anggota komunitas ini amat sedikit. Baru pada angkatan Handoko, Terry Mart, dan Freddy Zen kegiatan merangkul sesama fisikawan teori ke dalam sebuah komunitas mulai digarap. Salah satu bentuk usaha merangkul itu adalah kegiatan bernama Lokakarya Fisika Teori (LFT) yang dimulai kali pertama pada tahun 2004. Diselenggarakan di UI pada 19 Mei 2004, LFT merupakan embrio dan satu-satunya pertemuan ilmiah tahunan khusus untuk fisika teori di Indonesia maupun ASEAN. Pertemuan ini dikelola oleh konsorsium fisikawan teori Indonesia yang tergabung dalam Grup Fisikawan Teoretik Indonesia (GFTI) dan merupakan perwakilan seluruh institusi yang memiliki kegiatan ilmiah di bidang terkait.

Berbeda dengan pertemuan ilmiah pada umumnya, menurut LT Handoko, LFT tidak dikelola dan dimiliki oleh lembaga tertentu, melainkan oleh konsorsium yang saat ini mewakili ITB, UI, LIPI, Batan, Universitas Padjadjaran, Universitas Diponegoro, Universitas Udayana, Universitas Syiah Kuala, IPB, Universitas Gadjah Mada, dan ITS. Karena itu, tempat penyelenggaraannya akan bergilir di kalangan anggota konsorsium dengan panitia lokal personel di institusi penyelenggara.

LFT kedua berlangsung 2 Mei lalu di ITB. Diikuti 113 peserta, LFT dengan tema Frontiers in Theoretical Physics, Astrophysics and Cosmology ini terbagi atas dua sesi paripurna dan dua sesi paralel. Sesi paripurna pertama diisi dengan ceramah fisikawan teori senior Prof H Muslim: Einstein's 1905 Legacy in Special relativity and Quantum Physics, Its Contextual Development as Modern Physics Paradigms. Selain sebagai lokakarya, LFT kedua memang diadakan dalam rangkaian perayaan 100 Tahun Relativitas Khusus Einstein dan Tahun Fisika seperti yang ditetapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Sesi paripurna kedua diisi dengan ceramah fisikawan teori senior Prof Pantur Silaban, Symmetry of Elementary Interactions. Sebanyak 28 pembicara ditampilkan dalam dua sesi paralel, yang masing-masing terdiri dari empat kelas. Sesi paralel ini memperlihatkan betapa fisikawan teori Indonesia mengikuti semua perkembangan terbaru fisika.

Di kawasan partikel elementer, misalnya, dua jalur besar diisi masing-masing oleh kaum fundamentalis yang dimotori Freddy P Zen dan Bobby Gunara dan kaum fenomenologis yang dimotori LT Handoko dan Terry Mart. Kaum fundamentalis partikel ini masih dapat digolongkan ke dalam tiga mazhab - point particle, string particle, dan skyrmion particle - dengan riset-riset mereka yang terutama menawarkan metode-metode matematika untuk memahami fenomena fisika dalam partikel elementer.

Kaum fenomenologis partikel mengemukakan sejauh mana hasil-hasil eksperimen mereka mengonfirmasikan teori-teori yang berkembang pesat di pelataran partikel elementer ini. Di kawasan kosmologi aspek paradigma lebih menonjol seperti Constrains on Dark Energy from Weak Leasing dari Premana W Premadi (Astronomi ITB) dan The General Theory of Relativity under the Fock- Schwinger Gauge Condition dari Triyanta (Fisika ITB).

Ihwal eksistensi pentaquark, partikel yang terdiri dari lima quark-biasanya partikel seperti nukleon dan lain-lain terdiri dari tiga quark-banyak menarik perhatian dalam LFT kali ini.

Terry Mart yang bersama komunitas fisikawan dunia terlibat dalam eksperimen pencarian pentaquark ini mengisahkan bahwa sampai awal tahun 2005 ini jumlah eksperimen yang menjanjikan adanya pentaquark dan yang mengatakan bahwa tidak ada pentaquark sampai saat ini seimbang: sama-sama 10 eksperimen. Dalam LFT ini Terry menceritakan bagaimana pentaquark ditemukan. Tampaknya ada kaitan dengan energi yang dibutuhkan dalam proses pencarian itu.

LFT tahun 2006 direncanakan diadakan di Yogyakarta. Penentuan tempat ini melalui musyawarah. Semangatnya adalah biaya yang dikeluarkan peserta untuk mengikuti LFT sekecil-kecilnya. Untuk tahun ini, misalnya, biaya pendaftaran Rp 25.000 buat mahasiswa, termasuk makan, dan Rp 50.000 buat nonmahasiswa, termasuk makan.

LFT tampaknya diproyeksikan dapat diikuti peserta dari luar Indonesia. Maka sejak dini nama lokakarya ini sudah dibuat menginternasional: Workshop on Theoretical Physics. Menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar, judul-judul presentasi hampir semua dalam bahasa Inggris. Penyelenggaraannya 2 Mei lalu diberi nama WTP 2K5 dan oleh Boby Gunara sudah didaftarkan sebagai kegiatan ilmiah ke laboratorium fisika terkenal di Stanford, AS: SLAC, Stanford Linear Accelerator Center.

"WTP 2K5 sudah kami masukkan ke dalam pangkalan data Konferensi SLAC," tulis Georgia Row pada 3 Februari lalu.

Sistem penyelenggaraan lokakarya dengan konsorsium ini, menurut LT Handoko, diharapkan bisa menghilangkan sekat dan ego lembaga serta melanggengkan pelaksanaan LFT. Organisasi GFTI dan konsorsium ini pun bersifat cair, tidak mengenal kepengurusan. Semua anggota adalah sama dan virtual.

"Dengan sistem manajemen modern dan terbuka serta berbasis profesionalisme semata, relatif kelanggengan bisa terjaga dan tidak ada beban kerja berlebihan pada sebagian anggota," kata LT Handoko. "Sistem organisasi dan pertemuan ilmiah semacam ini juga sudah diadopsi oleh organisasi profesi ilmiah lain, seperti Masyarakat Komputasi Indonesia dan Masyarakat Nano Indonesia."

Freddy P Zen selaku chairman lokakarya ini mengatakan bahwa lokakarya ini mengumpulkan fisikawan teori dari angkatan yang pernah ada. "Jadi, angkatan Pak Silaban dan Pak Muslim mengantar kami yang muda-muda ini memulai pertemuan ilmiah yang profesional," katanya.

Melihat suasana pertemuan yang produktif dan topik-topik yang sedang dikerjakan para fisikawan teori ini yang semuanya di deretan frontier, tidak keliru tampaknya disarankan kepada pemerintah supaya memberi perhatian pada bidang yang memprasyaratkan daya nalar, power of reason ini.

Senin, 22 Oktober 2007

resensi buku

MENDONGKRAK MUTU BELAJAR DENGAN PORTOFOLIO
Oleh: Mawaddaturrahmah
Sinopsis RR.PK0067

Kode Buku : RR.PK0067
Judul : PENILAIAN PORTOFOLIO, IMPLEMENTASI KURIKULUM 2004
Pengarang : SUMARNA SURAPRANATA
Tahun : Cet 1, 2004
Dimensi : 16 x 24 cm, HVS 70 gr, 224 hlm + vi
ISBN : 979-692-314-9
Harga Buku : 29,700.00

Salah satu persoalan penting yang sempat menjadi perhatian publik akhir-akhir ini, adalah soal evaluasi pendidikan, terutama di tingkat nasional. Konversi nilai UAN beberapa waktu lalu yang dipandang sebagai "ketidakadilan" merupakan hal baru yang menghiasi perjalanan evaluasi pendidikan kita. Fenomena ini bisa dipahami bahwa yang menjadi sebab musababmua adalah rendahnya mutu evaluasi harian hingga semesteran yang akibatnya berimbas pada kualitas peserta didik pada UAN.

Persoalan di atas, jika dipelajari dengan sungguh-sungguh akan menjadi pelajaran dan pengalaman berharga untuk upaya perbaikan. Terlebih dalam menangkap perubahan dari waktu ke waktu juga mempengaruhi sistem pendidikan melakukan evaluasi terhadap peserta didik. Berbekal dari kasus demi kasus yang telah menyeruak di atas, dunia pendidikan harus melakukan upaya yang progresif, terutama dalam hal meningkatkan evaluasi edukatifnya.

Terlebih lagi, implementasi kBK akan dimulai, sebagai kurikulum 2004. Sebagai upaya menyukseskan cita-cita KBK, sangat diperlukan upaya kreatif dan inovatif. Salah satunya adalah memberlakukan penilaian portofolio bagi setiap guru dalam berinteraksi dengan peserta didiknya. Dengan cara ini, setiap guru punya gambaran tetang peserta didiknya secara riil dan nyata, serta dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan masing-masing siswa.

Untuk mengetahui dasar pemikiran dan operasionalnya, maka melalui buku "Penilaian Portofolio" yang ditulis oelh Sumarna & Muh. Hatta telah menguhkan sebuah metode dan pendekatan agar mengerti tentang seluk beluk portofolio. Bila dipandang dari segi fungsionalnya, portofolio menjadi sumber otentik yang bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi sekolah dan masyarakat.

Konsep KBK telah diwacanakan, bahkan sebagian sekolah sudah menguji coba kurikulum tersebut. Hal yang sama juga terjadi pada sistem evaluasi portofolio, beberapa sekolah telah mencoba menerapkannya. Tentu, hasilnya akan bisa dilihat dalam jangka waktu tak terlalu lama, apalagi hingga waktu berakhir masa studi belajar. Portofolio menjadi tolak ukur keberhasilan dari konsep KBK. Portofolio juga bisa menjadi modal utama untuk mengukur tingkat pencapaian KBK. Dengan demikian, portofolio adalah sebuah catatan atau evidensi dari proses berlangsungnya kegiatan pembelajaran secara detail terhadap peserta didik.

Dengan menggunakan metode dan pendekatan portofolio, kata Sumarda & Muh. Hatta, tingkat kemajuan dan kelemahan peserta didik dapat diketahui dengan jelas, bukan semu. Untuk mengukur kompetensi-kompetensi dalam kurikulum dapat dilihat dengan portofolio. Mulai dati kompetensi dasar hingga kompetensi yang lebih tinggi, indikator pencapaiannya terwujud melalui portofolio. Oleh karenanya, portofolio bermanfaat bagi guru dalam mengevaluasi peserta didik terhadap penguasaan, pemahaman dan penghayatannya terhadap materi yang diajarkan.

Berbeda dengan cara penilaian sebelumnya, penilaian portofolio merupakan rangkuman setiap aktivitas yang membutuhkan pencermatan, keobjektifan dan tranparansi. Penilaian portofolio bukanlah hasil rekaan dan bersumber imajinatif.

Namun Penilaian portofolio adalah rekapan nyata baik berupa simbol verbal maupun nomerik yang sejatinya punya arti dan makna. Oleh karenanya, penilaian portofolio merepresentasikan hasil kegiatan peserta didik secara lengkap dan utuh.

Sebagai suatu pendekatan baru, penilaian portofolio akan digunakan sebagai bahan untuk standarisasi evaluasi. Sebab, dengan penilaian portofolio, jika dilakukan dengan benar-benar nyata, maka kualitas peserta didik dapat diketahui secara objektif melalui dokumen portofolio.

Sisi lain yang positif dari penilaian portofolio ini, kata Sumarna dan Muh. Hatta adalah proses interaksi edukatif akan berjalan lebih sungguh-sungguh melihat perkembangan peserta didiknya. Guru sebagai tenaga edukatif, akan lebih mudah mengenali perserta didiknya dengan dibantu portofolio. Sehingga sewaktu-waktu bila guru ingin melihat peserta didiknya, tinggal mengakses lewat portofolio. Bagi siswa sendiri, dengan penilaian portofolio mereka dapat melihat kekurangan dan kelebihannya, sehingga dapat menjadi masukan untuk memperbaiki belajarnya.

Terlepas dari kekurangannya, penilaian portofolio diharapkan menjadi agen perubahan untuk mendongkrak mutu pendidikan semakin baik. Perbaikan sistem belajar mengajar yang terjadi antara guru dan peserta didik, sekolah degnan masyarakat, dan semua elemen edukatif bersungguh-sungguh ikut berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan proses belajar.

Dengan demikian, penilaian portofolio akan memupuk tanggung jawab semua pihak untuk menyukseskan pendidikan. Sehingga tanggung jawab tidak hanya di pundak guru (sekolah), tetapi juga orang tua, masyarakat, dan semua lapisan yang menjadi bagian dari pendidikan.

Selasa, 02 Oktober 2007

macam-macam validitas

task 4 macam-macam validitas

Istilah validitas ternyata memiliki keragaman kategori. Ebel (dalam Nazir 1988) membagi validitas menjadi:

1. Concurrent Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan kinerja.

2. Construct Validity adalah validitas yang berkenaan dengan kualitas aspek psikologis apa yang diukur oleh suatu pengukuran serta terdapat evaluasi bahwa suatu konstruk tertentu dapat dapat menyebabkan kinerja yang baik dalam pengukuran.

3. Face Validity adalah validitas yang berhubungan apa yang nampak dalam mengukur sesuatu dan bukan terhadap apa yang seharusnya hendak diukur.

4. Factorial Validity dari sebuah alat ukur adalah korelasi antara alat ukur dengan faktor-faktor yang yang bersamaan dalam suatu kelompok atau ukuran-ukuran perilaku lainnya, dimana validitas ini diperoleh dengan menggunakan teknik analisis faktor.

5. Empirical Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan suatu kriteria. Kriteria tersebut adalah ukuran yang bebas dan langsung dengan apa yang ingin diramalkan oleh pengukuran.

6. Intrinsic Validity adalah validitas yang berkenaan dengan penggunaan teknik uji coba untuk memperoleh bukti kuantitatif dan objektif untuk mendukung bahwa suatu alat ukur benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur.

7. Predictive Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor suatu alat ukur dengan kinerja seseorang di masa mendatang.

8. Content Validity adalah validitas yang berkenaan dengan baik buruknya sampling dari suatu populasi.

9. Curricular Validity adalah validitas yang ditentukan dengan cara menilik isi dari pengukuran dan menilai seberapa jauh pengukuran tersebut merupakan alat ukur yang benar-benar mengukur aspek-aspek sesuai dengan tujuan instruksional.

Sementara itu, Kerlinger (1990) membagi validitas menjadi tiga yaitu content validity (validitas isi), construct validity (validitas konstruk), dan criterion-related validity (validitas berdasar kriteria).

Tipe-tipe umum pengukuran validitas

1) Validitas isi

Validitas isi merupakan validitas yang diperhitumgkan melalui pengujian terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional. Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validasi ini adalah "sejauhmana item-item dalam suatu alat ukur mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur oleh alat ukur yang bersangkutan?" atau berhubungan dengan representasi dari keseluruhan kawasan.

Pengertian "mencakup keseluruhan kawasan isi" tidak saja menunjukkan bahwa alat ukur tersebut harus komprehensif isinya akan tetapi harus pula memuat hanya isi yang relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan ukur.

Walaupun isi atau kandungannya komprehensif tetapi bila suatu alat ukur mengikutsertakan pula item-item yang tidak relevan dan berkaitan dengan hal-hal di luar tujuan ukurnya, maka validitas alat ukur tersebut tidak dapat dikatakan memenuhi ciri validitas yang sesungguhnya.

Apakah validitas isi sebagaimana dimaksudkan itu telah dicapai oleh alat ukur, sebanyak tergantung pada penilaian subjektif individu. Dikarenakan estimasi validitas ini tidak melibatkan komputasi statistik, melainkan hanya dengan analisis rasional maka tidak diharapkan bahwa setiap orang akan sependapat dan sepaham dengan sejauhmana validitas isi suatu alat ukur telah tercapai.

Selanjutnya, validitas isi ini terbagi lagi menjadi dua tipe, yaitu face validity (validitas muka) dan logical validity (validitas logis).

Face Validity (Validitas Muka). Validitas muka adalah tipe validitas yang paling rendah signifikasinya karena hanya didasarkan pada penilaian selintas mengenai isi alat ukur. Apabila isi alat ukur telah tampak sesuai dengan apa yang ingin diukur maka dapat dikatakan validitas muka telah terpenuhi.

Dengan alasan kepraktisan, banyak alat ukur yang pemakaiannya terbatas hanya mengandalkan validitas muka. Alat ukur atau instrumen psikologi pada umumnya tidak dapat menggantungkan kualitasnya hanya pada validitas muka. Pada alat ukur psikologis yang fungsi pengukurannya memiliki sifat menentukan, seperti alat ukur untuk seleksi karyawan atau alat ukur pengungkap kepribadian (asesmen), dituntut untuk dapat membuktikan validitasnya yang kuat.

Logical Validity (Validitas Logis). Validitas logis disebut juga sebagai validitas sampling (sampling validity). Validitas tipe ini menunjuk pada sejauhmana isi alat ukur merupakan representasi dari aspek yang hendak diukur.

Untuk memperoleh validitas logis yang tinggi suatu alat ukur harus dirancang sedemikian rupa sehingga benar-benar berisi hanya item yang relevan dan perlu menjadi bagian alat ukur secara keseluruhan. Suatu objek ukur yang hendak diungkap oleh alat ukur hendaknya harus dibatasi lebih dahulu kawasan perilakunya secara seksama dan konkrit. Batasan perilaku yang kurang jelas akan menyebabkan terikatnya item-item yang tidak relevan dan tertinggalnya bagian penting dari objek ukur yang seharusnya masuk sebagai bagian dari alat ukur yang bersangkuatan.

Validitas logis memang sangat penting peranannya dalam penyusunan tes prestasi dan penyusunan skala, yaitu dengan memanfaatkan blue-print atau tabel spesifikasi.

2) Validitas Konstruk

Validitas konstruk adalah tipe validitas yang menunjukkan sejauhmana alat ukur mengungkap suatu trait atau konstruk teoritis yang hendak diukurnya (Allen & Yen, dalam Azwar 1986).

Pengujian validitas konstruk merupakan proses yang terus berlanjut sejalan dengan perkembangan konsep mengenai trait yang diukur.

Walaupun pengujian validitas konstruk biasanya memerlukan teknik analisis statistik yang lebih kompleks daripada teknik yang dipakai pada pengujian validitas empiris lainnya, akan tetapi validitas konstruk tidaklah dinyatakan dalam bentuk koefisien validitas tunggal.

Konsep validitas konstruk sangatlah berguna pada alat ukur yang mengukur trait yang tidak memiliki kriteria eksternal.

3) Validitas Berdasar Kriteria

Pendekatan validitas berdasar kriteria menghendaki tersedianya kriteria eksternal yang dapat dijadikan dasar pengujian skor alat ukur. Suatu kriteria adalah variabel perilaku yang akan diprediksikan oleh skor alat ukur.

Untuk melihat tingginya validitas berdasar kriteria dilakukan komputasi korelasi antara skor alat ukur dengan skor kriteria. Koefisien ini merupakan koefisien validitas bagi alat ukur yang bersangkutan, yaitu rxy, dimana x melambangkan skor alat ukur dan y melambangkan skor kriteria.

ilihat dari segi waktu untuk memperoleh skor kriterianya, prosedur validasi berdasar kriteria menghasilkan dua macam validitas yaitu validitas prediktif (predictive validity) dan validitas konkuren (concurrent validity).

Validitas Prediktif. Validitas prediktif sangat penting artinya bila alat ukur dimaksudkan untuk berfungsi sebagai prediktor bagi kinerja di masa yang akan datang. Contoh situasi yang menghendaki adanya prediksi kinerja ini antara lain adalah dalam bimbingan karir; seleksi mahasiswa baru, penempatan karyawan, dan semacamnya.

Contohnya adalah sewaktu kita melakukan pengujian validitas alat ukur kemampuan yang digunakan dalam penempatan karyawan. Kriteria yang terbaik antara lain adalah kinerjanya setelah ia betul-betul ditempatkan sebagai karyawan dan melaksanakan tugasnya selama beberapa waktu. Skor kinerja karyawan tersebut dapat diperoleh dari berbagai cara, misalnya menggunakan indeks produktivitas atau rating yang dilakukan oleh atasannya.

Koefisien korelasi antara skor alat ukur dan kriteria merupakan petunjuk mengenai saling hubungan antara skor alat ukur dengan skor kriteria dan merupakan koefisien validitas prediktif. Apabila koefisien ini diperoleh dari sekelompok individu yang merupakan sampel yang representatif, maka alat ukur yang telah teruji validitasnya akan mempunyai fungsi prediksi yang sangat berguna dalam prosedur alat ukur di masa datang.

Prosedur validasi prediktif pada umumnya memerlukan waktu yang lama dan mungkin pula biaya yang tidak sedikit dikarenakan prosedur ini pada dasarnya bukan pekerjaan yang dianggap selesai setelah melakukan sekali tembak, melainkan lebih merupakan kontinuitas dalam proses pengembangan alat ukur. Sebagaimana prosedur validasi yang lain, validasi prediktif pada setiap tahapnya haruslah diikuti oleh usaha peningkatan kualitas item alat ukur dalam bentuk revisi, modifikasi, dan penyusunan item-item baru agar prosedur yang dilakukan itu mempunyai arti yang lebih besar dan bukan sekedar pengujian secara deskriptif saja.

Validitas Konkuren. Apabila skor alat ukur dan skor kriterianya dapat diperoleh dalam waktu yang sama, maka korelasi antara kedua skor termaksud merupakan koefisien validitas konkuren.

Suatu contoh dimana validitas konkuren layak diuji adalah apabila kita menyusun suatu skala kecemasan yang baru. Untuk menguji validitas skala tersebut kita dapat mengunakan skala kecemasan lain yang telah lebih dahulu teruji validitasnya, yaitu dengan alat ukur TMAS (Tylor Manifest Anxiety Scale).

Validitas konkuren merupakan indikasi validitas yang memadai apabila alat ukur tidak digunakan sebagai suatu prediktor dan merupakan validitas yang sangat penting dalam situasi diagnostik. Bila alat ukur dimaksudkan sebagai prediktor maka validitas konkuren tidak cukup memuaskan dan validitas prediktif merupakan keharusan.

Diposting oleh my dream di 03:39 0 komentar